Hidup Merantau Pilihanku
Sumber photo jhonax di Nol (0) Km Yogyakarta 

Semua cerita tentang masa SMA Gabungan jayapura tinggal cerita sejak kelulusan diumumkan. Dan saatnya memilih hidup merantau di negeri orang lain. Menjadi anak rantau adalah pilihan hidupku sejak itu. Sama halnya juga teman-teman lain yang dijumpai di Yogyakarta dan Solo. Itu sebabnya ku katakan kalau menjadi seorang anak rantau memang menjadi pilihan hidupku sebagai anak kalang mudah, tidak hanya dewasa, bahkan ada pula yang memulai merantau sejak SMP.

Dengan menjadi anak merantau, banyak cerita yang dapat kita ukir, seperti ceritaku. Banyak Pengalaman hidup yang di dapatkan. Beda ceritanya dengan mereka yang habiskan hidupnya dekat dengan orang tua atau di tanah kelahiran mereka sendiri.

Ah, seperti ini terjadinya. Hidup sebagai anak merantau. Menangis jelas menjadi bagian dari hidupku sejak ku ajak kaki di tanah ini. Eeh jangan salah artikan ee? 
Menangis bukan karena putus cinta. Mungkin lebih rumit seperti yang ku bayangkan. Awal-awal biasa saja. Apa lagi lihat kota besar, tak ada pikiran negatif atau hal-hal yang buruk melintas di benakku tetapi pada akhirnya saya merasakan hal ini.

Ini cerita sedih ku.
Sejak bulpen milikku hilang kedua kalinya semacam SMA aku pernah ada niat berteriak meminta keadilan. Kembalikan bulpen saya, tetapi apa daya. Sedih bukan kepayang. Jujur aku marah, aku kesal dan aku ingin melampiaskan semuanya. Tapi ada dayaku, aku ini siapa? Tak ada kekuatan bagiku lagi, bahkan untuk berteriak untuk meminta keadilan sekalipun. Aku tak kuasa untuk melakukan hal itu.

Cerita singkat ini teringat kembali setelah aku duduk di perguruan tinggi. Sekarang aku mahasiswa aktif di UNIVERSITA WIDYA MATARAM.

Sebelum aku berangkat ke Yogya dan menjadi mahasiswa di perguruan tinggi ini, orang tuah aku tidak setuju lantaran keputusanku sanak saudara di Yogya. Tetapi keputusanku telah bulat. Aku bersikukuh untuk tetap menjalankan anganku untuk bisa kenal dengan teman-teman dari berbagai daerah seperti Nabire, Paniai, Dogiyai, Deiyai dan daerah lainnya.


Orang tuaku marah, terlebih dahulu Mamaku. Alasan utama, tak ingin Mama melihat Putranya berpisah dari genggamannya sebab Mama yang sangat menyayangiku. Apalah dayaku, keputusanku telah bulat. Aku akan pergi di negeri sembarang, jauh dari Ayah dan Ibu. Sebagai penawarnya aku hanya meneteskan air mataku membalas kerinduan Ayah dan Ibundaku saat itu. Aku harus berpisah dan memilih hidup sendiri dari kampung halamanku, AMPUNGAIDA. Apalagi seperti sekarang, kehidupan yang aku rasakan di Yogya betapa kejamnya dan tak semanis seperti di kampungku. Bersama ayah dan Ibunda.

Kini, waktu semakin cepat berlalu. Tak terasa sudah satu tahun aku berada di tanah orang, jauh dari Ayah, Ibu dan kakku. Di sini aku aktif sebagai mahasiswa tetap di kampus UNIVERSITAS WIDYA MATARAM. Karena kecintaanku terhadap dunia pendidikan, aku mulai mencari peluang untuk mencari ilmu merantau di kota Yogyakarta dengan harapan, suatu saat nanti menjadi seorang terkenal.

Sekarang aku anak merantau, aku mahasiswa sedang belajar banyak hal, organisasi, kepemimpinan, serta fokus yang sedang ku tekuni yakni Jurusan Manajemen. Segala perjuangan telah ku tempuh, mencari ilmu di rantau demi kepentingan masyarakat. Sehingga semangatku meninggi, sangat menikmati mata kuliah yang ada di kampusku.

Banyak cerita yang ku lalui, lapar, haus bahagia, tangis serta kerinduan kampung halamanku, terutama untuk Ayah serta Ibunda juga sanak saudara dan Family. Namun aku tetap lawan semuanya. Hidup merantau adalah pilihanku. AKU MERDEKA. 

Oleh: Jhonax 

                                Yogyakarta 01 mei 2024